Pengarang: Erwin Arnada
Penerbit : Gagas Media
Tebal : 387 halaman
Blurbs:
Tahukah kau mengapa Tuhan
menciptakan langit dan laut?
Semata agar kita tahu, dalam perbedaan,
ada batas yang membuat mereka
tampak indah dipandang
Aku melihat lagi langit di atas laut Lovina.
Kenangan bersamamu menyerbu masuk ke ingatanku. Laut dan mimpi-mimpi kita. Apa
kabar hidupmu?
Kita memang berbeda. Aku tahu. Sama tahunya seperti
dirimu. Warna yang mengalir di nadimu tak sewarna dengan yang mengalir di
nadiku. Namun, bukankah kita tak pernah bisa memilih dengan warna apa kita
lahir? Kita lahir, lalu menemukan tawa bersama. Menyatukan cerita bersama,
Menjumputi mimpi bersama.
Mengapa kini kau lari menjauh?
Lalu, apa kabarmu? Mengangakah masih lukamu yang
dulu? Atau, kini sudah terpilihkan bagimu akhir yang bahagia? Maafkan aku.
Maafkan karena tak bisa selalu menjadi laut yang tetap menyimpan rahasiamu.
Sinopsis:
Awalnya adalah persahabatan seorang bocah
muslim Bernama Samihi, 11 tahun dan Wayan Manik (Yanik), 12 tahun bocah Hindu
di Singaraja. Mereka saling bertemu dan tumbuh bersama, mengikat persahabatan
karena sama-sama punya ketakutan besar dan duka dalam hidupnya Samihi punya
ketakutan terhadap air, laut dan alam bebas, karena sejak kecil Ia dilarang
orang tuanya mendekati air, sungai, laut dan alam yang bisa mengancam
keselamatan dirinya. Ia tidak bisa renang, takut ke laut. Padahal dua hal ini
yang menjadi permainan anak Singaraja. Sementara Wayan Manik, punya trauma
terhadap kekerasan yang dialaminya sejaka lama, yang dilakukan pria asing
bernama Andrew Kemiskinan membuat Wayan Manik tak bisa sekolah dan tak bisa
menikmati masa kanak-kanaknya.
Ia harus bekerja keras sebagai pemandu tur
lumba-lumba di pantai Lovina. Ia hanya tinggal dengan ibunya yang sakit
sakitan. Keadaan ini yang memerangkapnya ke dalam situasi buruk yang traumatik.
Ia menjadi korban pedofilia laki-laki asing bernama Andrew. Hidup Wayan Manik
pun menjadi kelam. Ia menyimpan duka dan kemarahan. Kepada Samihi lah duka dan
kemarahan itu ia ungkapkan. Samihi sudah dianggap sebagai sahabat sejati yang
akan menjaga rahasianya. Sampai suatu hari, Samihi terpaksa membuka rahasia
hidup Wayan Manik kepada ketua adat Bali, karena Wayan Manik terancam bahaya.
Di sinilah Wayan Manik kecewa pada Samihi yang dianggapnya melupakan janji dan
persahabatan mereka. Duka dan kesedihan Wayan Manik bertambah ketika mendapat
berita ayahnya meninggal dalam peristiwa bom Bali Legian yang menewaskan 200
orang.
Aibnya terbuka, ditinggal mati orang tua
membuat Wayan Manik tak tahan lagi tinggal di Desa Kaliasem. Novel 'Rumah Di
Seribu Ombak' bertutur tentang persahabatan dua anak yang sama sama punya
trauma dan rahasia besar di masa lalu. Mereka saling membantu untuk bisa
membalikkan trauma itu menjadi keberhasilan.